Rabu, 02 Juli 2008

Analisis Variabel Indikator Macroekonomi yang Berpengaruh terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia

PENDAHULUAN

1.1. Apa itu Inflasi

Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari Keterlibatan sektor moneter dan perbankan. Sebagai salah satu unsur penting, sektor moneter dan perbankan sering dianggap mampu untuk memecahkan berbagai masalah ekonomi. Masyarakat secara positif masih memiliki pemahaman bahwa kebijakan pemerintah atas sektor moneter dan perbankan memiliki kekuatan yang lebih dari pada yang secara efektif dapat tercapai melalui instrumen tersebut, akibatnya timbul anggapan sektor moneter dan sektor perbankan mempunyai fungsi yang mampu memberikan pelayananbagi berlangsungnya sektor riil, kegiatan infestasi, kegiatan produksi, kegiatan distribusi maupun kegiatan konsumsi.

Peranan Uang dalam Perekonomian, Uang dan kegiatan ekonomi Perkembangan perekonomian dapat diamati dari dua sektor yang saling terkait yaitu :

a. SEKTOR RIIL (pasar barang dan jasa) dan

b. SEKTOR MONETER (pasar uang).

Aliran uang akan sebanding dengan aliran barang dan jasa.

Teori Klasik:

M x V = P x T

dimana V dan T diasumsikan konstan dalam short run.

Uang, Suku Bunga, dan Inflasi, Ketidakseimbangan uang beredar (excess demand for money or excess money supply) mempengaruhi harga (inflasi) dan suku bunga. Perubahan suku bunga terjadi sebagai akibat perubahan jumlah uang beredar yang mencerminkan interaksi antara sisi permintaan dan sisi penawaran. SBI menjadi acuan bagi perkembangan suku bunga pinjaman, simpanan, atau suku bunga di pasar uang.

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang berkaitan dengan dampaknya terhadap makro ekonomi agregat; pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga dan bahkan distribusi pendapatan. Inflasi juga sangat barperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal. Tingkat harga merupakan opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang aset finansial. Semakin tinggi perubahan tingkat harga maka makin tinggi pula opportunity cost untuk memegang aset finansial. Artinya masyarakat akan merasa lebih beruntung jika memegang aset dalam bentuk rill dibandingkan aset finansial jika tngkat harga tetap tinggi. Jika aset finansial luar negeri dimasukkan sebagai salah satu pilihan aset, maka perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dan internasional dapat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi overvalued dan pada gilirannya akan menghilangkan daya saing komoditas Indonesia.

Untuk kepentingan mobilisasi dana dalam negeri, perbedaan tingkat inflasi akan menyebabkan timbulnya ekspetasi masyarakat terhadap terjadinya devaluasi dan mendorong timbulnya pelarian modal keluar negeri. Inflasi merupakan variabel penghubung antara tingkat bunga dan nilai tukar efektif, dimana dua variabel terakhir merupakan variabel penting dalam sektor publik. Kenaikan tingkat harga (inflasi) yang tinggi dapat menyebabkan;

  1. Memburuknya distribusi pendapatan
  2. berkurangnya tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi bagi negara berkembang
  3. terjadinya defisit dalam neraca perdagangan serta meningkatkan besarnya utang luar negeri
  4. timbulnya ketidakstabilan politik

Berdasarkan ulasan diatas maka dapat didefenisikan Inflasi merupakan kenaikan didalam tingkat harga umum. Laju inflasi merupakan laju perubahan tingkat harga umum.

Krisis moneter 1997/1998 telah menuntut perubahan tatanan kelembagaan bangsa Indonesia menjadi Bank sentral yang independent. Perubahan ini didasari pada munculnya pendapat kuat yang mengatakan bahwa salah satu penyebab krisis adalah ketidak mampuan bank Indonesia bertindak objektif karena selama periode praktis kebijakan Bank Indonesia selalu dianggap terkait dengan kepentingan politik pemerintah. Perubahan tatanan ini diwujutkan pada penggantian Undang-undang No. 13 Tahun 1968 dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Dengan disahkannya Undang-Undang No.23 Tahun 1999, kebijakan moneter memasuki suatu era baru dalam sejarah moneter di Indonesia. Bank Indonesia selain menjadi lembaga independen juga mempunyai peran tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dengan sistem nilai tukar mengambang, secara implisit tujuan kebijakan moneter di Indonesia adalah menjaga kestabilan harga, dalam perkataan lain Bank Indonesia mempunyai sasaran tunggal yaitu Inflasi.

Kondisi Inflasi di Indonesia sangat berfluktuasi pada sepuluh tahun terakhir, dimana kondisi ini secara teoritis dipengaruhi oleh berbagai variabel dan indikator makro ekonomi maupun yang bukan makro ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penulisan atau kajian ini, penulis tertarik untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel atau indikator makro ekonomi tersebut, dalam hal variabel atau indikator tersebut adalah;

a. Jumlah uang beredar

Jumlah uang yang beredar biasa disebut juga dengan penawaran uang. dalam suatu kurun waktu tertentu sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Jumlah uang beredar dapat mengeser kondisi perekonomian dari baik ke buruk dan sebaliknya. Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan membuat kebijakan yang berhubungan dengan jumlah uang beredar. Melalui kebijakan moneter, pemerintah diasumsikan mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar, yaitu kebijakan diskonto, operasi pasar terbuka, manipulasi rasio simpanan legal (legal reserve) dan kontrol kredit. Bank sentral dapat mengubah tingkat diskonto, apabila tingkat diskonto dinaikan maka jumlah uang nominal yang beredar cenderung menurun dan sebaliknya, jika tingkat diskonto turun, maka jumlah uang nominal yang beredar cenderung naik. Operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli obligasi dipasar bebas. Penjualan surat obligasi oleh pemerintah bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar dipasar bebas dilakukan dengan membeli surat obligasi. Manipulasi rasio legal reserve dilakukan dengan mempengaruhi rasio simpanan legal minimum. Rasio simpanan legal minimum adalah angka banding minimum antara uang tunai dengan kewajiban giral bank. Pemerintah dapat menciptakan uang lebih banyak dari pada sebelumnya jika rasio simpanan legal minimum diturunkan. Sebaliknya, jumlah uang beredar dapat dikurangi dengan manaikan rasio simpanan legal minimum. Selanjutnya kontrol kredit selektif, menggunakan moral suasion sebagai salah satu bentuk pengawasan. Bank sentral pada moral suasion, secara informal mempengaruhi kebijakan bank-bank umum, khususnya mengenai kebijakan dalam perkreditan. Jumlah uang beredar merupakan variabel atau indikator makro ekonomi yang menurut teori berpengaruh langsung terhadap kondisi inflasi suatu negara, jika jumlah uang beredar naik maka secara otomatis mempengaruhi peningkatan inflasi, dan sebaliknya jika jumlah uang beredar berkurang maka akan mempengaruhi menunrunkan inflasi, dalam hal ini Indonesia sebagai objek penelitian.

b. M2

Merupakan bagian yang mendefenisikan uang sebagai spekulator, Mencakup M1 ditambah tabungan dan simpanan berjangka lain yang, termasuk rekening pasar uang, Deposito berjangka dan juga dana lainnya yang berjangka panjang. Dalam teori ekonomi, M2 juga mempengaruhi tingkat inflasi suatu negara pada tingkat tertentu. Jika M2 naik maka Inflasi menurun, dan sebaliknya jika M2 menurun maka inflasi meningkat.

c. Suku Bunga Kredit

Suku bunga kredit merupakan suatu tingkatan beban atau resiko yang dibebankan atau dikenakan pihak bank atau pemberi kredit terhadap kreditur yang meminjam sejumlah dana. Tingkat suku bunga kredit secara teori ekonomi juga ikut mempunyai andil dalam mempengaruhi tingkat inflasi suatu negara, karena secara tidak langsung mempengaruhi kondisi moneter yang berhubungan dengan inflasi. Jika suku bunga kredit dinaikan maka tentunya orang akan enggan untuk meminjam uang, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah uang beredar dan penurunan inflasi, dan sebaliknya jika suku bunga diturunkan maka tentunya orang akan berani untuk meminjam uang dan seterusnya akan menyumbang bagi kenaikan jumlah uang beredar dan kenaikan inflasi.

d. Produk Domestik Bruto.

Pendapatan nasional sangat mempengaruhi pola konsumsi, biasanya pola konsumsi penduduk yang meningkat di negara sedang berkembang akan diikuti oleh kecenderungan meningkatkan impor, hal ini disebabkan produktivitas di negara tersebut belum mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Dalam kenyataan, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu. Sehingga untuk menaksir perubahan output angka yang digunakan adalah nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). krisis ekonomi yang multidimensional di kawasan Asia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya sehingga PDB Indonesia cenderung menurun. Analisis makro ekonomi menganggap bahwa makin besar pendapatan nasional suatu negara maka semakin besar pula inflasi. Krisis moneter yang melanda Indonesia yang dimulai dari pertengahan tahun 1997 sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan berakibat terjadinya inflasi. PDB merupakan nama yang diberikan kepada total nilai barang jadi dan jasa yang dihasilkan didalam suatu negara selama satu tahun tertentu. Indeks harga dalam PDB secara teori ekonomi juga berpengaruh negatif pergerakan Inflasi suatu negara. Jika PDB naik maka akan berpengaruh pada penurunan inflasi

Dari ulasan teoritis diatas, maka penulis ingin melakukan kajian untuk melihat hubungan dan pengaruhnya variabel-variabel tersebut dengan tingkat inflasi dengan judul kajian pengaruh indikator makroekonomi terhadap tingkat Inflasi di Indonesia

1.2. Masalah

”Sejauh mana pengaruh jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit dan produk domestik bruto terhadap Inflasi di Indonesia”.

1.4. Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh jumlah uang beredar, M2, suku bungan kredit dan produk domestik bruto terhadap Inflasi di Indonesia.
  2. Sebagai bahan kajian yang tentang kebijakan moneter Indonesia khususnya yang berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia.

PEMBAHASAN

2.1. Data.

Data dalam penulisan kajian ini berasal dari data sekunder yang penulis peroleh dari sumber situs Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Indonesia. Data merupakan data runtun waktu dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007.

Data yang penulis pakai dalam penulisan kajian ini adalah data tingkat Inflasi, jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit, dan data produk domestik bruto, selama kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007. Data-data tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. adalah sebagai berikut;

Tabel 2.1

Inflasi, Jumlah Uang Beredar, M2, Suku Bunga Kredit

Dan Produk Domestik Bruto

Tahun 1998-2007

(%)

Tahun

Inflasi

(Y)

Jumlah Uang Beredar

(X1)

M2

(X2)

Suku bunga kredit

(X3)

Produk domestik bruto

(X4)

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

77,60

2,00

9,35

12,55

10,03

5,06

6,40

17,11

6,60

6,56

56,36

13,60

17,95

12,38

5,29

9,63

9,14

15,36

17,37

20,70

62,35

11,92

15,60

12,99

4,72

8,12

8,14

16,42

12,03

18,85

22,72

22,62

16,86

17,11

18,09

17,05

14,59

14,20

15,71

13,92

2,24

2,03

4,02

3,71

5,04

4,58

5,04

5,70

5,51

6,32

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Indonesia yang di olah kembali

Perkembangan variabel-variabel tersebut juga dapat dilihat pada grafik 2.1 dibawah ini:


2.2. Analisis Data

Dalam kajian ini, penulis mengunakan model struktural, dimana penulis memasukan variabel-variabel independen berupa jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit dan produk domestik bruto yang berhubungan dan berpengaruh terhadap variabel dependen Inflasi. Maka diformulasikan model fungsionalnya adalah sebagai berikut:

Inflasi(Y) = f (Jumlah uang beredar(X1), M2 (X2), Suku bunga kredit(X3), Produk domestik bruto(X4)).

Y = f(X1, X2, X3, X4) (1)

Berdasarkan model fungsional diatas, maka dibentuk persamaan regresi sebagai berikut:

Y = α0 + α1x1 + α2x2 + α3x3 + α4X4 (2)

Dari hasil korelasi dan regresi yang diolah dengan menggunakan program SPSS (Terlampir) dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Pada model summry diperoleh R Square = 0,959 artinya perubahan variabel Independen dalam hal ini jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit dan PDB dapat menerangkan variabilitas sebesar 95,9% perubahan Inflasi, sedangkan sisanya diterangkan oleh variabel lain.

2. Pada tabel Correlation, dapat kita baca bahwa hubungan (korelasi) jumlah uang beredar dan M2 dengan Inflasi adalah sangat kuat, yaitu 0,934 dan 0,964. Nilai positif artinya bila Jumlah uang beredar dan M2 naik, maka inflasi akan ikut naik. Sedangkan untuk variabel suku bunga kredit dan PDB tingkat signifikansinya masing-masing hanya sebesar 0,513 dan -0,471. Seterusnya dijelaskan bahwa jumlah uang beredar dengan M2 signifikansinya sangat kuat yaitu 0,992. dan seterusnya suku bunga kredit dengan PDB juga sangat kuat yaitu -0,927.

3. Menguji signifikansi hubungan linier antara inflasi dengan jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit, PDB.

Dalam tabel ANOVA, terbaca nilai Fhit = 28,998. Sementara itu dari tabel nilai statistik F dengan derajat bebas V1 = 4 dan V2 = 5 pada taraf signifikansi 0.005 (F4;5;0,005 ), kita peroleh nilai Ftabel = 5,192. Jadi tampak bahwa :

Fhit Ftabel

28,998 > 5,192

Karena nilai Fhit > Ftabel maka dapat disimpulkan ada hubungan linier.

Simpulan yang sama dapat kita peroleh dari perbandingan nilai sig dengan taraf signifikansi (α):

Sig α

0,001 < 0,005

Dengan demikian, model regresi yang dapat dipakai adalah:

Y = -18,487 – 2,095 X1 + 3,108 X2 + 0,645 X3 + 1,572 X4 (3)

(-0,405) (-1,888) (3,180) (0,67) (0,411)

Berdasarkan model regresi diatas, maka dapat diketahui bahwa perubahan tingkat inflasi signifikan dengan tingkat perubahan variabel jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit, PDB.

Dari hasil keseluruhan analisis yang ada, dapat diketehui bahwa jumlah uang beredar sangat berpengaruh dan signifikan terhadap tingkat inflasi, dimana jumlah uang beredar berhubungan positif dan signifikan dengan inflasi, yang kemudian jika dibandingkan dengan teori yang ada maka hasil yang didapat yang menggambarkan kondisi yang terjadi di Indonesia sesuai dengan teori ekonomi makro yang ada.

Dari hasil yang ada juga menunjukan bahwa M2 sebagai salah satu variabel makroekonomi juga berpangaruh dan signifikan terhadap tingat inflasi, dimana jumlah M2 berhubungan positif dan signifikan dengan inflasi, yang kemudian jika dibandingkan dengan teori makroekonomi yang ada, maka tentunya kondisi atau keadaan ini juga sesuai dengan teori yang ada.

Kemudian suku bunga kredit yang menurut teori ekonomi akan berbanding terbalik dengan tingkat inflasi juga menunjukan kondisi yang hampir sama akan tetapi dari hasil yang ada suku bunga kredit mempunyai hubungan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah uang beredar dan M2, tetapi tetap mempunya hubungan yang linier dengan tingkat inflasi.

Produk domestik bruto merupakan variabel selanjutnya yang dianalisis, dan hasil menunjukan bahwa PDB tingkat signifikansi hubugannya adalah negatif dan tidak terlalu signifikan dengan tingkat inflasi, kondisi ini sedikit bertentangan dengan teori ekonomi makro yang ada, dimana menurut teori PDB akan berhubungan positif dengan inflasi. Kondisi ini bisa terjadi dikarenakan pada awal tahun analisis yaitu tahun 1998, tingkat inflasi Indonesia berada dalam situasi hiperinflasi akibat dari krisis ekonomi dan moneter, dan kemudian pada pertengahan tahun analisis juga ada terjadi semacam fluktuasi tingkat inflasi akibat dari pengaruh variabel makro lainnya yang menyebabkan hasil analisis hubungan PDB dan Inflasi negatif.

KESIMPULAN

  1. Perubahan variabel Independen dalam hal ini jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit dan PDB dapat menerangkan variabilitas sebesar 95,9% perubahan Inflasi, sedangkan sisanya diterangkan oleh variabel lain.
  2. Jumlah uang beredar berhubungan positif dan signifikan dengan inflasi, dengan tingkat signifikansi sebesar 0, 934.
  3. M2 berhubungan positif dan signifikan dengan inflasi, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,964.
  4. Suku bunga kredit berhubungan positif tapi tidak signifikan terhadap inflasi, karena tingkat signifikansinya sebesar 0,513.
  5. PDB berhubungan negatif tetapi tidak signifikan terhadap perubahan inflasi, karena signifikansinya sebesar -0,471.
  6. Ada hubungan linier antara variabel independen (jumlah uang beredar, M2, suku bunga kredit dan PDB) terhadap variabel dependen tingkat inflasi. Nampak pada Fhit > Ftabel dan juga sig < α

DAFTAR PUSTAKA

1. Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.

2. Lipsey, Courant, Purvis, Steiner, Pengantar Makroekonomi, Jilid satu, Edisi Kesepuluh, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

3. Miranda S Goeltom, The Indonesian Experience, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2007.

4. Sadono Sukirno, Makro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi ketiga, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

5. Samuelson Nordhaua, Ilmu MakroEkonomi, PT Media Global Edukasi, Jakarta, 2004.

6. Sri Mulyono, Statistik untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi ketiga, Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

7. www.bi.go.id

8. www.bps.go.id