Sabtu, 22 Maret 2008

Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia


Pikiran Dasar

Pikiran dasar (Premis) penulisan ini adalah Pengembangan SDM merupakan merupakan hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan ketahanan dan kekuatan bangsa Indosesia dimasa sekarang dan masa-masa yang akan datang.

Pengembangan SDM bukan menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi seluruh masyarakat Indonesia.

Pikiran dasar ini selanjutnya akan disandingkan dengan fakta yang penulis ambil dari literatur buku maupun publikasi tulisan-tulisan di Internet. Kemudian ditarik kesimpulan.

SDM Indonesia Era Orde Baru

Setelah Soeharto menduduki bangku Presiden Indonesia, maka terbentuklah suatu era yang disebut dengan Orde baru yang merupakan era atau orde dimana bangsa Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Soeharto mulai membangun disegala aspek kehidupan, untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain. Pada era orde baru ini, perkembangan bangsa Indonesia sangat pesat dan sempat tumbuh menjadi kekuatan yang cukup diperhitungkan hingga mencapai puncaknya pada tahun 1996 sampai pertengahan 1997.

SDM di era Krisis Ekonomi

Pada saat krisis Ekonomi pada akhir tahun 1997 yang melanda negara-negara dikawasan Asia dimana Indonesia juga didalamnya, mengakibatkan perekonomian dengan segala aspek didalamnya menjadi hancur dan mengalami kemunduran dan terpuruk. Kondisi ini bisa terlihat dengan banyaknya perusahaan yang tidak bisa bertahan dan ditutup, mengakibatkan timbulnya pengangaguran yang cukup besar dan juga terjadi ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dengan angkatan kerja. Kondisi ini turut memicu keterpurukan masyarat Indonesia yang mengakibatkan meningkatnya tingkat kemiskinan diIndonesia. Dalam kondisi krisis multi ekonomi ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara disisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Merujuk HDI tahun 2004 dimana terjadi kesenjangan antara kesejahteraan dan kesempatan hidup yang semakin terpuruh. Faktanya tidak adanya pembagian akses kehidupan dan pendapatan yang merata.

Kondisi keterpurukan ekonomi yang berlangsung cukup lama ini mengindikasikan bahwa dasar perekonomian Indonesia beserta SDM didalamnya tidak kuat menghadapi terpaan goncangan ekonomi dari luar dan juga terpaan globalisasi yang semakin kuat masuk dalam tatanan moral bangsa. Hal ini dikarenakan pembangunan perekonomian dan SDM Indonesia dimasa orde baru terlalu otoriter dan tersentralisasi tanpa melibatkan daerah dan lapisan masyarakat yang ada, sehingga pembangunan ekonomi dan SDM yang sudah bagus itu tidak kuat dan rentan terhadap terhadap goncangan ekonomi dan globalisasi yang kuat.

SDM di era Globalisasi

Krisis ekonomi yang multi dimensional ditambah dengan globalisasi yang kuat merasuk masuk ke Indonesia mengakibatkan kemunduran ekonomi disertai dengan keterpurukan pengembangan SDM Indonesia sebagai akibat dari pengaruh globalisasi yang tidak pandang bulu merasuki dan mempengaruhi semua kalangan dan lapisan masyarakat. Akibat dari krisis yang berkepanjangan mengakibatkan banyak perusahaan yang bangkrut dan gulung tikar, yang selanjutnya mengakibatkan angka pengangguran yang cukup besar. Kemudian diperparah lagi dengan ketahanan dan kualitas SDM Indonesia yang tidak kuat dan tidak mampu untuk menghadapi persaingan global yang kuat. Ketidak mampuan SDM ini mengakibatkan Indonesia tidak mempunyai daya saing untuk mengangkat kembali perekonomian dan mengembangkan SDMnya.

Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya APBN untuk sektor pendidikan (tidak lebih dari 12%) pada pemerintahan era reformasi. Ini menunjukan belum adanya perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas, dan sudah saatnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasioanal.

Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah terselesaikan. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan mengapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultur, kurikulum pendidikan dan pasar kerja. Hambatan kultur yang dimaksud adalah budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum pendidikan adalah belum adanya standar baku kurikulum yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.

Ekonomi abat ke 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi merupakan suatu kegiatan ekonomi perdagangan dimana negara-negara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritori negara. Globalisasi sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Indonesia dikancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke 45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, dibawah Singapura (8), Malaysia (34), cina(35), Filipina (38), dan Thailand (40).

Realitas globalisasi yang demikian membawa membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Problem utama dalam pengembangan SDM Indonesia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada ere sebelum reformasi pasar tenaga kerja mengikuti era konglomeresi. Dimana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi poitik, yakni terjadi kesenjangan ekonomi yang terakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi. Kenyataan menunjukan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk kesektor-sektor ekonomi yang justru bukan memecahkan masalah ekonomi, tetapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi.Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu.

Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara disisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi.

Ketimpangan pengembangan SDM Indonesia dapat terlihat dengan tingkat kualitas pendidikan yang berbeda cukup besar antara satu daerah/provinsi dengan daerah/provinsi lainnya, dan juga antara kota dengan kampung/desa yang mana pembangunan pendidikan dari yang paling dasar sampai dengan tingkat atas sangat terasa. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya fasilitas pendidikan maupun guru yang mengajar di desa yang mengakibatkan tingginya angka buta huruf dan kadar penggunaan bahasa Indonesia yang masih rendah di pedesaan maupun daerah pelosok. Dengan demikian maka akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk bisa meningkatkan kualitas hidup dan SDMnya jika kondisi ketimpangan ini tidak diperhatikan dan diperbaiki.

Hubungannya dengan Pembangunan Berkelanjuatan

Pembangunan berkelanjutan adalah Kegiatan usaha memenuhi kebutuhan, dengan menggunakan sumberdaya yang ada pada diri dan lingkungannya, tanpa menghambat kebutuhan generasi masa depan, menuju tingkat kehidupan yang lebih tinggi, dengan atau tanpa bantuan dari luar, didalam batas hukum dan HAM yang Universal.[1] Fakta bahwa kebijakan pemerintah orde baru yang lebih menitik beratkan pada pembangunan disegala lini tanpa melibatkan atau memperhatikan aspirasi masyarakat bawah, dan juga sistem pengembangan SDM yang tidak merata antar daerah kota dan pedesaan yang mengakibatkan ketahanan perekonomian dan SDM yang tidak bisa untuk bertahan dari krisis multi dimensional, yang disusul juga dengan era globalisasi yang tidak bisa dihindari oleh Indonesia, mengakibatkan pembangunan Indonesia sangat terpuruk dan seterusnya untuk bisa bergerak naik dari keterpurukan dan untuk tidak mudah terpuruk lagi maka Indonesia harus bisa menjaga Ketahanan SDMnya supaya bisa kuat. Pengembangan SDM sudah seharusnya ditujukan lakukan dengan perbaikan mutu pendidikan dan lebih berorientasi pada perkembangan persaingan global, supaya SDM Indonesia tidak kalah bersaing dengan negara lain. Disamping itu untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan bukan saja di dukung oleh sektor pendidikan saja, tetapi harus juga diperhatikan tingkat kesejahteraan masyarakat berupa tingkat kekurangan gizi, kematian bayi, usia harapan hidup, fasilitas kesehatan sampai dengan pemberdayan gender sampai dengan tingkat kemiskinan.

Kalau kita melihat masing-masing indikator menurut HDI, kesejahteraan seperti usia harapan hidup, melek huruf orang dewasa, rata-rata tahun bertahan disekolah dan pengeluaran perkapita, maka dari tahun 1996 sebelum krisis ke tahun 1999 dan 2002 sesudah krisis moneter, pada umumnya terjadi perbaikan indeks untuk seluruh Indonesia. Kecuali pengeluaran perkapita dari 587,4 juta rupiah (1996) menurun ke 578,8 juta rupiah (1999) tetapi lantas naik menjadi Rp 591,2 juta (2002).

Setelah itu dalam laporan UNDP 2007/2008 menyebutkan bahwa pembangunan sektor kesehatan di Indonesia menunjukan kemajuan. Umum harapan hidup meningkat, angka kematian bayi dan ibu menurun. Namun berbagai keberhasilan itu dikhawatirkan akan mengalami guncangan karena penurunan anggaran pembangunan kesejahteraan dan pendidikan, serta mundurnya pelaksanaan keluarga berencana akibat desentralisasi dan otonomi daerah.

Dengan melihat kenyataan diatas, maka kita tidak boleh cepat berpuas diri, karena kita masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga kita yang secara kultur dapat dikatakan sama dengan kita. Namun meskipun tingkat kesejahteraan relatif meningkat, tetapi rendahnya pembangunan pendidikan Indonesia mempengaruhi kualitas manusia Indonesia. Hal ini sering dijadikan pegangan untuk melihat indeks pembangunan manusia (HDI) Indonesia amat rendah. Padahal pengukuran HDI berdasarkan 3 indikator; panjang usia, pendidikan dan standar hidup.



[1] Prof. DR. W.I.M. Poli.


Kita harus berupaya dengan serius sekuat tenaga dan berkesinambungan meningkatkan pembangunan SDM Indonesia sebagai bagian yang penting dari upaya meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

Kesimpulan.

  1. Untuk menghadapi era Globalisasi yang sarat dengan persaingan global dan pengaruhnya, Indonesia harus memperkuat pengembangan SDMnya dimulai memperkuat budaya lokal yang bisa menyaring serta melawan pengaruh globalisasi, serta memperkuat budaya lokal yang menjadi ciri bangsa kita dan menampilkannya di dunia Internasional sebagai kekuatan yang yang membedakan kita dengan negara lain.
  2. Dalam hubungan dengan pembangunan berkelanjutan, pengembangan SDM Indonesia harus mendapat perhatian yang besar dari pemerintah dan juga seluruh stackholder tidak terkecuali juga seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
  3. Pemerintah harus memperkuat sistem pendidikan beserta muatan kurikulumnya yang merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pengembangan SDM Indonesia disamping penguatan sektor kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.


DARTAF PUSTAKA

1. W.I.M. Poli. 2007. Artikel Perekonomian Indonesia dan Strategi

Pembangunan, 2008

2. W.I.M. Poli. 2006. Suara Hati yang Memberdayakan, Pustaka Refleksi.

3. W.I.M. Poli. 2007. Modal Sosial Pembangunan, Hasanuddin University

Press. Makassar.

4. Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia, UNDP

5. United Nation. Laporan Pencapaian Milenium Development Goals

Indonesia. 2007.

Tidak ada komentar: