Kamis, 24 April 2008

PRIVATISASI SEBAGAI KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK INDONESIA

I. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk kelima terbesar didunia (230 Jt jiwa) yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dengan jumlah penduduk yang banyak ini, memaksa Indonesia untuk lebih ekstra keras berusaha untuk memaksimumkan sumber daya-sumber daya yang dimilikinya untuk bisa mensejahterakan masyarakatnya.

Pemerintah merupakan lembaga penyelenggara pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Presiden yang disebut dengan kalangan eksekutif, yang secara langsung berperan aktif dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya-sumber daya yang dimiliki bangsa ini, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, BUMN dan sumber daya lainnya yang merupakan aset negara yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga atau badan yang terdiri dari wakil-wakil rakyat yang berasal dari latar belakang partai politik dan kepentingan politiknya, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. DPR merupakan lembaga legislatif yang bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan bersama pemerintah menentukan dan mengevaliasi kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang akan diambil oleh pemerintah.

Dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumberdaya dan untuk mensejahterakan masyarakat (pemenuhan kebutuhan), maka timbulah berbagai kebijakan yang ditembuh pemerintah untuk mendapatkan sumber devisa bagi negara. Privatisasi merupakan salah satunya. Privatisasi sering diasosiasikan dengan perusahaan berorientasi jasa atau industri, seperti pertambangan, manufaktur atau energi, meski dapat pula diterapkan pada aset apa saja, seperti tanah, jalan, atau bahkan air.

Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.

Privatisasi merupakan salah satu pilihan pemerintah yang diambil untuk menstabilkan kondisi keuangan negara dan untuk menambah devisa dari hasil penjualan sebagian saham BUMN atau aset milik negara lainnya ke investor atau pihak lain yang memiliki kemampuan management dan financial, baik di dalam dan luar negeri.

Permasalahan

Yang menjadi permasalahan utama yang mau dilihat dalam penulisan ini adalah apakan kebijakan privatisasi aset negara sebagai hasil dari kebijakan ekonomi politik Indonesia dapat mensejahterakan masyarakat?

II. Fakta Topik

Privatisasi merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mendapatkan devisa bagi negara dengan menjual sebagian saham milik aset milik negara ke pihak lain. Kebijakan Privatisasi sendiri diatur oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Seperti fungsinya sebuah kebijakan privatisasi merupakan kebijakan yang diambil dari usulan yang di bawa atau diberikan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan dan untuk meningkatkan devisa atau penerimaan negara, dan harus mendapat persetujuan dari DPR RI terlebih dahulu baru kebijakan tersebut bisa diambil. Oleh karena itu kebijakan privatisasi merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik Indonesia yang diharapkan dapat membawa manfaat yang besar bagi Indonesia.

Salah satu kasus privatisasi yang mendapat persetujuan DPR RI dan yang sudah terjadi yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah penjualan sebagian saham PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) Tbk kepada pihak luar, dalam hal ini sebagian saham yaitu sebesar 35 persen saham Telkomsel dibeli oleh Singapore Telecom (Singtel) dan sebagian saham Indosat yaitu sebesar 41,94 persen saham dibeli oleh Singapore Technologies Telemedia (STT). Akan tetapi dalam kenyataannya kedua perusahaan Singapore yang telah membeli saham PT Telkomsel Tbk dan PT Indosat Tbk adalah perusahaan-perusahaan yang ada dibawah satu perusahaan induk yaitu `Temasek Holding Group Ltd Singapura`.

III. Pembahasan

3.1. Privatisasi Di Indonesia

Good Governance adalah cara mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab pada publik (Meier, 1991:299-300). Dan dalam pemerintahan seperti ini mekanisme pasar merupakan pertimbangan utama dalam proses pembuatan keputusan mengenai alokasi sumber daya.

Konsep privatisasi seharusnya diarahkan terutama untuk kepentingan perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya, tidak semata-mata untuk menutup APBN. Untuk pengembangan usaha, perusahaan memerlukan tambahan modal dan salah satunya berasal dari penerbitan saham yang dijual ke publik. Dengan tambahan modal tersebut perusahaan mempunyai kapasitas untuk meminjam sehingga dimungkinkan untuk memperoleh dana pinjaman dari kreditur. Kombinasi dari modal intern dan ekstern ini memungkinkan perusahaan mengembangkan usahanya ke peningkatan volume, penciptaan produk dan atau jenis usaha yang dinilai feasible sehingga volume pendapatannya meningkat yang pada gilirannya dapat meningkatkan laba perusahaan.

Pengembangan usaha berarti juga peningkatan lapangan kerja. Dengan usaha baru terdapat posisi tenaga kerja yang harus diisi. Pengisian tenaga pada posisi baru tersebut dapat berasal dari intern atau ekstern perusahaan. Dengan cara seperti ini akan terjadi penciptaan lapangan kerja baru. Pola privatisasi seperti itu juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Tambahan modal yang masuk ke perusahaan dapat dipakai untuk menciptakan value added, yang berasal dari peningkatan kegiatan usaha, yang pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi.

Privatisasi yang hanya berupa pengalihan saham pemerintah ke pihak lain tidak berdampak langsung pada perusahaan karena tidak mempengaruhi besarnya modal. Yang terjadi adalah perpindahan kepemilikan dari perusahaan tersebut. Dengan pemindahan kepemilikan saham tersebut, hak penerimaan deviden berubah dari pemerintah ke pemilik baru. Sementara itu penerimaan hasil penjualan saham masuk ke APBN yang akan habis dipakai untuk tahun anggaran dimaksud. Dalam jangka pendek mendatangkan cash akan tetapi dalam jangka panjang merugikan APBN karena penerimaan deviden akan berkurang pada tahun-tahun berikutnya.

Dengan mekanisme dan kriteria apapun, tetap ada resiko permainan antara peserta tender dengan pemutus tender. Sebaliknya penjualan saham kepada publik yang jumlah investornya banyak tidak memerlukan proses tender dan hanya melaui proses penjatahan yang berlaku umum dengan jumlah investor relatif banyak. Pola privatisasi ini juga dapat dipakai untuk saran pemerataan kepemilikan asset nasional yang tidak selayaknya dikuasai oleh kelompok minoritas tertentu.

Sesungguhnya kesemuanya ini telah diamanatkan oleh rakyat melalui wakil-wakil di MPR dengan ditetapkannya Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 yang telah mengamanatkan agar dilakukan penyehatan BUMN terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk privatisasi melalui pasar modal. Disamping itu privatisasi sebagai bagian dari kebijakan publik diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sector publik.

Privatisasi juga dinyatakan sebagai salah satu kebijakan strategis yang dilakukan oleh manajemen BUMN untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan badan usaha milik negara. Pelaksanaan privatisasi diharapkan dapat menciptakan good corporate governance dilingkungan badan usaha milik negara sekaligus juga mewujudkan good public governance di sektor publik..

Privatisasi, dalam perspektif nasionalisme memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Penjualan asset publik kepada pihak swasta mengurangi peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya publik kepada masyarakat. Orientasi pembangunan yang mengacu kepada pertumbuhan ekonomi yang pesat menuntut partisipasi pihak swasta dan asing untuk secara aktif terlibat dalam proses pembangunan nasional.

Pertimbangan dan tujuan dari privatisasi dari setiap negara berbeda-beda, pertimbangan aspek politis yang utama dari privatisasi mencerminkan adanya kesadaran bahwa beban pemerintah sudah terlalu besar, sementara sektor swasta lebih dapat melakukan banyak hal secara efisien dan efektif dibandingkan dengan lembaga pemerintah dan kegiatan-kegiatan yang terkait bisnis. Pandangan dari sisi manajemen puncak perusahaan, tujuan privatisasi lebih ditekankan kepada manfaat terhadap pengelolaan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui privatisasi diharapkan akan dapat tercipta adanya keterbukaan pengelolaan perusahaan serta terbentuknya budaya displin organisasi yang tinggi disamping akan diperolehnya sumber pendanaan yang lebih murah bagi pengembangan perusahaan.

Sementara itu dari sisi karyawan dapat timbul pandangan dan kekhawatiran akan kemungkinan hilangnya pekerjaan. Karena setelah diprivatisasi perhatian terhadap faktor efisiensi dan produktivitas karyawan akan sangat menonjol sehingga kemungkinan untuk diberhentikan karena tidak produktif, dapat setiap saat terjadi. Namun pada umumnya kekhawatiran ini diimbangi adanya peluang mendapatkan kepemilikan saham melalui employees stock ownership plan (ESOP) yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan. Privatisasi sebagai salah satu isu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokratisasi ekonomi yang melibatkan pihak swasta baik swasta nasional maupun asing, untuk secara aktif terlibat dalam proses pembangunan.

Peran swasta diharapkan dapat pula ditingkatkan melalui privatisasi BUMN. Hasil positif yang ditunjukkan dalam privatisasi misalnya PT Telkom Tbk, seharusnya akan dapat mendorong pemerintah untuk segera melakukan privatisasi, dengan tetap memperhatikan fungsi pemerintah sebagai regulator. Iklim usaha yang kompetitif dapat diantisipasi dengan mengurangi peran pemerintah yang cenderung monopolistik agar pelayanan publik yang diberikan dapat lebih efisien.

3.2. Privatisasi PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler Tbk

Dalam kasus Privatisasi PT Telkomsel Tbk dan PT Indosat Tbk merupakan kebijakan ekonomi politik yang diusulkan oleh pemerintah dan disetujui oleh DPR RI, yang telah dilaksanakan. Telkomsel dan Indosat merupakan dua perusahaan yang bergerak dibidang informasi dan telekomunikasi. Kedua perusahaan provider ini merupakan perusahaan yang mempunyai pangsa pasar terbesar diIndonesia yaitu sekitar 80 persen di seluruh Indonesia.

Mencermati kasus privatisasi ini, penjualan saham hendaknya ditujukan kepada banyak potensial investor sehingga negara masih menjadi majority tetapi tidak dapat lagi melakukan kontrol sepenuhnya terhadap perusahaan tanpa persetujuan pemegang saham lain. Dengan cara ini, pengendalian publik atau mekanisme check and balance tetap berjalan sehingga pengawasan kepada management dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

Penjualan kepada single majority tidak selayaknya dilakukan khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang tergolong vital, karena dalam jangka panjang dapat menimbulkan resiko bagi negara dalam mengelola hajat hidup orang banyak yang harus ditangani oleh BUMN.

Variasi investor yang membeli saham diprioritaskan berasal dari karyawan, rakyat banyak melalui investment fund, public, institutional investor, financial investor, dan strategic investor. Dengan variasi investor ini memungkinkan saham negara terdilusi tetapi masih menjadi mayoritas. Penjualan saham kepada strategic investor menimbulkan resiko kemungkinan terjadinya KKN, walaupun itu dilakukan dengan cara tender terbuka, syak wasangka akan tetap muncul. Dalam proses tender ini, faktor akses ke pemutus menjadi salah satu kunci dalam memenangkan tender.

Dampak dari Kebijakan privatisasi Telkom dan Indosat adalah :

  1. Dampak Positif, Negara mendapat tambahan dana atau devisa dari hasil penjualan saham kedua perusahaan tersebut, selain itu dengan masuknya kedua anak perusahaan Temasek, maka akan ada perbaikan dan baik pada manajemen maupun peningkatan teknologinya, yang tentunya akan berdampak perbaikan mutu dan pelayanan, dan juga bahwa privatisasi dapat memberikan manfaat bagi publik, termasuk untuk hak publik mendapatkan jasa telekomunikasi dengan harga yang kompetitif dari Telkom dan Indosat yang sudah diprivatisasi.
  2. Dampak negatifnya, adalah terjadinya ekses yang mengindikasikan adanya monopoli pasar yang dilakukan oleh perusahaan induk dari Singtel dan dan STT Singapore yaitu PT Temasek Singapura. Kondisi monopoli pasar ini merupakan kondisi yang tidak diinginkan dalam suatu lingkungkungan industri, yang mana akan merusak iklim bisnis diIndonesia. Walaupun tidak menguasai seluruh saham kedua perusahaan tersebut, tetapi lebih dari sepertiga sahamnya dikuasainya dan secara langsung Temasek mempunyai andil yang sangat besar dalam mengintervensi kebijaksanaan, strategi dan keuntungan yang didapat oleh kedua perusahaan telekomunikasi Indonesia tersebut. Selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mengintervensi dan mengatur perusahaan-perusahaan ini secara langsung, karena selain berhadapan dengan Temasek, tetapi juga akan perbahadapan dengan hukum Internasional.

Pemangku kepentingan (stakeholders) BUMN termasuk Telkomsel dan Indosat terdiri dari banyak pihak yang tidak hanya politisi saja (Pemerintah dan DPR), tetapi juga karyawan, pelanggan, dan regulator teknis dibidangnya. Karena kebijakan privatisasi merupakan kebijakan ekonomi politik, maka Pihak-pihak yang termasuk dalam stakeholders ini hendaknya juga diberi kesempatan untuk memberikan masukan dalam proses privatisasi. Dengan melibatkan segenap stakeholders, diharapkan proses privatisasi mendapat dukungan dari banyak pihak sehingga proses privatisasi tidak menimbulkan kontroversi tetapi justru dapat dipakai untuk memperbaiki image positif yang terbentuk karena pola privatisasi memberi manfaat kepada banyak stakeholder, pemerataan, dan pengawasan banyak investor atas perjalanan usahanya.

Terkait dengan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memvonis Temasek melanggar Undang Undang Anti-Monopoli, karena melalui dua anak perusahaannya melakukan kepemilikan silang atas PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) Tbk, maka ada signal bahwa ada proses yang tidak transparan dari privatisasi kedua perusahaan ini, baik dari pihak pemerintah maupun pihak DPR yang menyetujuinya. Selain itu, penulis juga mendukung KPPU dan pemerintah untuk memberi peringatan dan ganjaran kepada Temasek untuk dapat menghormati dan tidak merusak iklim bisnis di Indonesia serta mematuhi segala aturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

IV. Kesimpulan

  1. Kebijakan ekonomi politik Indonesia dalam hubngannya dengan privatisasi Telkomsel dan Indosat masih belum memihak kepada kepentingan dan kebutuhan publik.
  2. Masih lemahnya hukum dan perundangan yang berhubungan dengan kebijakan privatisasi yang dilakukan pemerintah.
  3. Selain mendapat persetujuan Pemerintah dan DPR RI, Kebijakan privatisasi sebaiknya melibatkan seluruh stackholders yang berhubungan dengan perusahaan yang akan diprivatisasi.
  4. Privatisasi hendaknya melibatkan beberapa perusahaan atau investor dan tidak ada perusahaan/investor pembeli yang memiliki hak mayoritas atas saham perusahaan yang diprivatisasi
  5. Kebijakan privatisasi dari Telkomsel dan Indosat harus ditinjau kembali dan pemerintah serta DPR RI harus belajar dari kasus privatisasi ini untuk lebih mengetatkan regulasi dan pembuatan perundang-undangan yang dapat memback-up kebijakan Privatisasi.

Minggu, 13 April 2008

TINJAUAN ARAH PEMBANGUNAN INDONESIA

Pendahuluan

Reformasi yang bergulir sejak Mei 1998 telah mendorong perubahan pada hampir seluruh sandi-sandi kehidupan bangsa Indonesia. Elemen-elemen utama dalam reformasi tersebut adalah demokratisasi, desentralisasi dan pemerintahan bersih. Ketiga elemen tersebut telah mendorong tatanan baru hubungan antara pemerintah dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan penciptaan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan kebijakan-kebijakan pembangunan.

Pikiran Dasar

Pikiran dasar penulisan ini adalah arah pembangunan Indonesia diarahkan sesuai dengan semangat reformasi.

Arah pembangunan Indonesia merupakan tuntunan atau rel yang akan membawa bangsa Indonesia mencapai kesejahteraan

Mengikut sertakan masyarakat dalam pembangunan merupakan modal dasar dan tujuan arah pembangunan Indonesia

Orde Baru (Sebelum Reformasi)

Pembangunan pada masa orde baru atau pada masa pemerintahan presiden Soeharto lebih bersifat sentralistik, yang tidak merata di semua wilayah Indonesia. Pembangunan yang sentralistik ini mengakibatkan kesenjangan yang cukup signifikan dimana ada daerah yang sangat muju dalam semua aspek pembangunan, tetapi ada daerah yang sangat jauh tertinggal dan terkesan dikucilkan oleh pemerintah. Pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik ini ditambah lagi dengan gaya pemerintahan presiden soeharto yang otoriter dan diktator, membawa arah pembangunan bangsa ini terkesan lamban dan tidak merata. Pada masa orde baru, pembangunan dititik beratkan pada kesejahteraan masyarakat dan yang menjadi motor penggerak adalah sektor industri. Namun dengan sentralistik yang ada pada waktu itu, arah pembangunan kurang menyetuh masyarakat bawah sampai dipelosok, dikarenakan kelemahan dari sistem sentralistik tadi yang tidak memberikan kesempatan untuk melibatkan dan mendiskusikan dengan masyarakat bawah sebagai tujuan kesejahteraan tadi. Disamping itu motor penggerak sektor industri lebih banyak didominasi oleh kongglomerasi yang pemiliknya berasal dari kaum keluarga dan kroni cendana yang mengakibatkan kurang optimalnya motor penggerak tadi, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintahan orde baru cukup membawa perubahan dan sedikit kesejahteraan bagi bangsa ini meskipun tidak semua menikmatinya. Kondisi pembangunan dan ekonomi yang rapuh tadi kemudian menjadi hancur akibat diterjang krisis multi dimensional pada akhir tahun 1997 sampai dengan puncaknya yaitu dengan jatuhnya pemerintahan orde baru ditandai dengan turunnya presiden soeharto.

Semangat Reformasi

Pada saat krisis multidimensional menerpa Indonesia, bangsa ini tidak berdaya dan sangat terpuruh karena kesalahan pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralistik dan terkesan tidak melibatkan masyarakat dalam pembangunan dan tidak mendengan apa kemaunan mereka. Sejalan dengan krisis yang menerpa Indonesia, maka tumbuhlah semangat reformasi yang kemudian menyebabkan runtuhlah penguasa orde baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun. Semangat reformasi yang dibawa oleh pembaharu-pembaharu dari berbagai lapisan masyarakat ingin membawa bangsa ini keluar dari krisis dan memulai pembangunan yang lebih merakyat. Adapun tujuan dari semangat reformasi ini adalah membawa pembangunan bangsa Indonesia kearah yang lebih baik dan bisa terlepas sepenuhnya dari krisis.

Dalam agenda reformasi terdapat tiga elemen penting yang mendapat perhatian untuk pembaharuan, yaitu Demokrasi, desentralisasi dan pemerintahan bersih.

  1. Demokrasi

Demokrasi merupakan salah satu agenda reformasi yang mendapat perhatian penting oleh para reformis, karena menurut mereka negara kita sudah terlalu lama dikekang oleh kebijakan diktator yang dijalankan oleh penguasa orde baru Suharto. Munculnya rezim demokrasi yang secara formal ditandai dengan terselenggaranya pemilihan umum demokratis tahun 1999. Setelah itu semakin diterima sebagai suatu sistem pemerintahan terbaik dibandingkan dengan sistem manapun yang pernah ada dalam sejarah, dan oleh karena itu mendapat dukungan dan legitimasi luas dari masyarakat.

Demokrasi kita terkonsolidasi apabila ia mendapat legitimasi yang luas dan kuat dari warga sehingga sangat kecil kemungkinan ia ambruk. Adanya legitimasi yang kuat dari warga, atau adanya penerimaan sebagai satu-satunya aturan main dalam membangun dan melaksanakan pemerintahan tersebut ditandai oleh tidak signifikannya perilaku menentang demokrasi dari kekuatan-kekuatan yang ada, tumbuhnya keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik, dan berfungsinya negara secara efektif dalam penegakan hukum.

Disamping pada bidang pemerintahan, politik dan hukum, demokrasi juga merasuki sistem perekonomian bangsa Indonesia, menuju suatu tatanan perekonomian yang kuat. Kabinet Reformasi Pembangunan menjalankan tugasnya pada saat negara sedang dilanda krisis ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi dampak krisis tersebut, telah dilakukan serangkaian upaya dan langkah yang pada saat bersamaan juga merupakan upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Hal yang mendasar dalam kaitan ini adalah upaya untuk memberdayakan ekonomi rakyat.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi harus dihindarkan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan.

Pemusatan kekuatan ekonomi atau penguasaan aset nasional pada sekelompok anggota masyarakat tertentu dalam bentuk monopoli dan oligopoli telah menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial ekonomi. Ketimpangan struktur penguasaan aset ekonomi produktif akhirnya mengakibatkan terjadinya ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya, politik maupun aspek kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu bersama­-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah disusun UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam kaitan dengan kekuatan dan peran pelaku ekonomi, demokrasi ekonomi akan tercermin pada struktur ekonomi nasional yang lebih seimbang antara usaha dengan berbagai skala. Dalam hal ini diupayakan agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta dan Badan Usaha Milik Negara. Usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) diberi prioritas dan dibantu dalam mengembangkan usaha serta segala kepentingan ekonominya agar dapat mandiri, terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akses kepada sumber dana.

  1. Desentralisasi

Desentralisasi merupakan agenda reformasi yang penting untuk dilaksanakan, mengingat dampak dari sentralisasi yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan dan kurangnya ketahanan ekonomi. Momentum desentralisasi dan otonomi daerah yang digaungkan dan telah dilaksanakan sejak tahun 1999 perlu disambut dengan berbagai perubahan cara pandang dan harapan terlaksananya pembangunan daerah yang lebih berkeadilan dan merata. Kondisi ini menuntut daerah menjadi lebih bertanggungjawab terhadap pembangunan di wilayahnya (termasuk kesejahteraan masyarakatnya), dan tidak lagi menggantungkan diri sepenuhnya kepada pemerintah pusat. Dengan kata lain, pemerintah daerah (walikota/bupati) memegang peranan penting dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan di daerahnya masing-masing.

Kondisi yang ada sekarang ini terlihat bahwa pembangunan didaerah-daerah mulai berjalan dan kesan kesenjangan mulai perlahan-lahan dapat dikurangi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah ini, daerah mempunya kukuatan untuk mengelolan dan melaksanakan pembangunan didaerahnya sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerahnya, dan terarah sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan daerah masing-masing.

  1. Pemerintahan bersih.

Pemerintahan bersih merupakan agenda reformasi selanjutnya yang menginginkan adanya suatu pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dengan adanya pemerintahan yang baru hasil dari pemilu 1999 yang merupakan tonggak demokrasi Indonesia, maka cita-cita pemerintahan yang bersih yang dapat membawa arah pembangunan bangsa ini menjadi lebih baik lagi bisa terwujut. Sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah yang laksanakan diera reformasi ini maka menuntut suatu pemerintahan yang bersih dari tingkatan pemerintahan pusat sampai ke daerah, dimana masyarakat bisa melihat dan merasakan pembangunan yang sesungguhnya dan tidak terkesan direkayasa dan dipaksa-paksakan.

Pemerintahan yang bersih KKN merupakan tugas kita semua selaku masyarakat Indonesia, hal ini sudah mulai nampak dengan banyaknya pelaku kasus KKN yang disidangkan dan diputuskan hukumannya, baik di pemerintahan pusat maupun di daerah. Kondisi ini harus ditingkatkan supaya cita-cita bangsai ini bisa tercapai dengan adanya pemerintahan yang bersih.

Masa Sekarang dan Akan datang

Setelah suksesnya agenda reformasi yang dilakukan dari tahun 1999 sampai sekarang, ditandai dengan penegakan demokrasi yang sudah berjalan dengan adanya pemerintahan dan pergantian pemerintahan secara demokratis, desentralisasi dan otonomi daerah yang sudah mulai menunjukan hasil yang cukup berbeda dengan masa sebelumnya, dan juga pemerintahan yang sudah mulai bersih dari pejabat-pejabat yang tidak bertanggung jawab dari pemerintah pusat sampai ke daerah-daerah, maka tentunya kondisi dan semangat reformasi ini harus dipertahankan agar arah pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat bisa tercapai.

Reformasi ini selanjutnya telah menuntut perlunya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan dan pengelolaan negara secara nasional. Pemerintah bersama dewan perwakilan rakyat telah merespon tuntutan ini dengan menetapkan UU no. 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, dan kini telah dijabarkan lebih lanjut kedalam peraturan pemerintah (PP) no. 39 dan no. 40 tahun 2006. sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasi seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujutkan tujuan, cita-cita dan arah pembangunan Bangsa Indonesia.

Pembangunan bangsa Indonesia diarahkan untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang yang bermartabat dan terpenuhi segala kebutuhannya serta sejahtera, dengan mengikut sertakan masyarakt secara langsung dalam proses pembangunan. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah, sekali lagi memudahkan keikut sertaan masyarakat dalam proses pembangunan, dimana arah pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarata, yang tentunya sesuai dengan budaya dan karakteristik serta potensi yang dimiliki oleh masyarakat daerah tersebut. Dengan adanya demokrasi yang berjalan dengan baik, desentralisasi dan otonomi daerah yang memberdayakan, ditunjang dengan pemerintahan yang bersih terbebas dari KKN, maka tentunya arah pembangunan bangsa Indonesia untuk meninggalkan keterbelakangan dan meniadakan kesenjangan antara daerah bisa terwujut dan tentunya ditunjang dengan keikut sertaan masyarakat secara langsung dalam pembangunan itu sendiri.

Untuk itu maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menunjang arah pembangunan bangsa Indonesia secara garis besar adalah

  1. Demokrasi harus tetap ditegakan disemua aspek (Pemerintahan, politik, sosial, hukum dan ekonomi)
  2. Mengurangi campur tangan pemerintah pusat dalam pembangunan di daerah. (Memaksimumkan desentralisasi dan otonomi daerah)
  3. Melibatkan masyarakat secara langsung dalam pembangunan
  4. Pemberdayaan masyarakat sesuai dengan budaya, karakteristik, kemampuan serta potensi daerah masing-masing
  5. Berusaha terus untuk menciptakan pemerintahan yang bersih terbebas dari pejabat-pejabat yang KKN, dari pemerintahan pusat sampai pemerintahan yang berada di daerah.

Kesimpulan

  1. Pelaksanaan demokrasi yang mendapat kedaulatan penuh dan merakyat, peaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih memberikan kesempatan kepada daerah untuk lebih bebas dalam mengatur daerahnya, dan pemerintahan bersih yang bebas dari KKN dari tingkat pemerintahan pusat sampai ke daerah, akan mendukung arah pembangunan Indonesia
  2. Undang-undang, peraturan pemerintah serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah merupakan pementu serta rel arang pembangunan Indonesia dan DPR yang merupakan wakil rakyat, dan juga masyarakat selaku pengawasnya.
  3. Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang memberikan kemandirian dan kesempatan daerah untuk mengatur serta mengembangkan daerahnya merupakan kebijakan yang lebih mengarahkan pembangunan untuk bisa melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaannya, dan masyarakat bisa lebih merasakan hasil pembangunan tersebut.

DAFTAR ISI

1. W.I.M. Poli. 2006. Suara Hati yang Memberdayakan, Pustaka Refleksi.

2. W.I.M. Poli. 2007. Modal Sosial Pembangunan, Hasanuddin University

Press. Makassar.

3. W.I.M. Poli. 2008. Bahan Kuliah Ekonomi Perencanaan dan Strategi

Pembangunan. Makassar.

4. www.tempointeraktif.com

5. www.kabarindonesia.com

6. www.kompas.com

7. www.wikipedia.co.id

8. www.suaramerdeka.com

Rabu, 09 April 2008

PANDANGAN KONSUMEN TERHADAP TAHUN 2008 DIHUBUNGKAN DENGAN TEORI MARX DAN WEBER

I. PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia merupakan konsumen yang sangat majemuk, yang terdiri dari berbagai lapisan yang tentunya mempunyai strata dan gaya hidup serta budaya sendiri-sendiri. Kemajemukan masyarakat dan konsumen ini merupakan peluang yang sangat baik bagi pebisnis yang ingin berusaha di Indonesia.

Konsumen Indonesia menatap tahun 2008 masih kurang optimis dibandingkan konsumen sejumlah Negara Asia Pasifik lainnya. Demikian hasil MasterCard Worldwide Index of Consumer Confidence yang diterima KCM.

Menurut survey yang mengukur keyakinan konsumen di Asia Pasifik setiap paruh tahun untuk enam bulan kedepan itu, meski sentiment konsumen di Indonesia meningkat dari enam bulan yang lalu, masih kurang optimis dibanding tahun lalu.

Indeks Indonesia pada survey terakhir ini hanya 57,8 poin. Tahun lalu mencapai 62,6poin. Sedangkan enam bulan lalu hanya 53,5 poin. Konsumen di Indonesia kurang optimis menatap lapangan kerja ditahun 2008 yang hanya memperoleh 39,1 poin serta ekonomi mendapat 51,4 poin turun dari enam bulan yang lalu. Namun mereka mengharapkan perbaikan dalam pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup.

Sebenarnya secara umum, konsumen di Asia Pasifik mempunyai optimisme kuat memandang semester pertama (enam bulan pertama) pada tahun 2008. Ketidakpastian pasar keuangan global, kasusprime mortage, kenaikan harga minyak dunia dan inflasi tidak mengurangi keyakinan mereka.

Vietnan menduduki posisi pertama sebagai negara yang paling yakin untuk periode enam bulan kedepan dengan nilai 94,3 poin. Diikuti Hongkong 85,9 poin, dan singapura 83,6 poin. Survei ini nilainya berkisar antara 0 sampai 100, berdasarkan jawaban dari 5 variabel yakni lapangan kerja, makro ekonomi, pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup. Nilai diatas 50 mengindikasikan tingkat optimisme, dibawah 50 mengindikasikan tingkat pesimisme dan nilai 50 adalah netral.

Keseluruhan pandangan di Asia Pasifik terhadap ekonomi adalah 68,3 poin, pendapatan rutin 81 poin, pasar bursa 66,5 poin dan kualitas hidup 66,7poin telah meningkat dari survei bulan mei 2007 lalu. Sedangkan lapangan kerja tetap stabil 63,8 poin.

II. TUJUAN PENULISAN

  1. Untuk membandingkan teori Marx dan teori Weber mengenai perkembangan masyarakat khususnya mengenai fenomena konsumen Indonesia yang kuarang optimis memandang tahun 2008.

III. PEMBAHASAN

1. PANDANGAN TEORI MARX TENTANG FENOMENA

Hasil riset yang digambarkan dalam pendahuluan menggambarkan suatu kondisi dimana konsumen khususnya konsumen Indonesia merasa pesimis melihat tahun 2008. Menurut Marx dalam teorinya dia melihat masyarakat sebagai suatu bangunan ekonomi sosial, konsumen merupakan bagian dari masyarakat, dan tentunya juga merupakan bagian dari suatu bangunan ekonomi suatu negara. Konsumen merupakan bagian dari masyarakat yang sangat berperan dalam perekonomian. Perkembangan suatu perekonomian dipengaruhi oleh perkembangan konsumennya, baik berupa perkembangan pola pikir, perkembangan kebutuhan, perkembangan teknologi, perkembangan zaman/peradaban dan perkembangan lainnya yang terjadi pada konsumen yang menyebabkan konsumen tersebut turut mempengaruhi perkembangan perekonomian. Menurut Marx pola pikir konsumen merupakan pencerminan terhadap materialnya. Berhubungan dengan tingkatan struktur sosial tentang kenyataan sosial dan yang menekankan saling ketergantungan yang tinggi antara struktur sosial dan konsisi material dimana individu harus menyesuaikan dirinya supaya tetap hidup dan memenuhi pelbagai kebutuhannya.

Tekanan pada perlunya menyesuaikan diri dengan lingkungan material dan pada langkanya sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia merupakan suatu catatan yang penting mengenai realisme praktis dalam analisis teoritisnya.

Kondisi dimana konsumen Indonesia yang kurang optimis ini menurut Marx dapat digambarkan sebagai suatu kondisi dimana pola pikir konsumen/masyarakat yang kurang optimis terhadap faktor-faktor produksi, maupun faktor-faktor pendukung produksi.

Faktor-faktor produksi terdiri atas faktor-faktor yang melekat pada manusia (human resources), dan yang tidak melekat pada manusia (non-human resources), yaitu benda-benda (alam, peralatan teknik). Faktor-faktor tersebut ada pemiliknya. Hubungan antara manusia dengan alam dan peralatan teknik dinamakan productive forces. Hubungan antara para pemilik faktor produksi dinamakan production relations. Hasil riset yang ada menunjukan bahwa optimisme konsumen Indonesia menurun dari hasil penelitian enam bulan sebelumnya, kondisi ini menunjukan bahwa ada faktor-faktor produksi yang dikhawatirkan oleh konsumen sehingga mengakibatkan penurunan optimisme konsumen. Hubungan konsumen dengan faktor-faktor produksi tersebut seperti yang digambarkan dalam terori Marx diatas menunjukan hubungan yang sangat erat, baik dengan faktor manusia, maupun faktor non manusia, yaitu alam dan teknologi. Dengan kata lain kondisi menurunnya optimisme konsumen ini juga merupakan dampak dari mode of production. Dan menurut Marx Mode of production inilah yang merupakan economic substructure dari bangunan masyarakat, di atas mana dibangunkan cultural superstructure.

Hasil survey pada fenomena yang konsumen ini menggunakan 5 variabel yaitu lapangan kerja, makro ekonomi, pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup. Variable-variabel ini menunjukan hasil yang berbeda dengan periode sebelumnya, ada yang menungkat, ada yang menurun, dan juga ada yang sama dengan periode pengukuran sebelumnya.

Menurut Marx perubahan dan perkembangan masyarakat yang terjadi secara dialektis disebabkan oleh adanya kontradiksi. Dari fenomena yang ada terlihat bahwa variable-variabel yang diukur hasilnya bervariatif malah cenderung menggambarkan penurunan optimisme konsumen, dapat terlihat pada hasilnya dimana Indeks Indonesia pada survey terakhir ini hanya 57,8 poin. Tahun lalu mencapai 62,6poin. Sedangkan enam bulan lalu hanya 53,5 poin. Konsumen di Indonesia kurang optimis menatap lapangan kerja ditahun 2008 yang hanya memperoleh 39,1 poin serta ekonomi mendapat 51,4 poin turun dari enam bulan yang lalu. Namun mereka mengharapkan perbaikan dalam pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup.

Hubungan antara individu dan lingkungan materialnya dijembatani melalui struktur ekonomi masyarakat. Walaupun individu menyatakan kodratnya dalam kegiatan kreatifnya, hasil dari kegiatan ini memiliki sifat kenyataan objektif; individu menyesuaikan diri.

Keseluruhan pandangan di Asia Pasifik terhadap ekonomi adalah 68,3 poin, pendapatan rutin 81 poin, pasar bursa 66,5 poin dan kualitas hidup 66,7poin telah meningkat dari survei bulan mei 2007 lalu. Sedangkan lapangan kerja tetap stabil 63,8 poin. Menurut Marx kondisi ini akan mengakibatkan pengaruh pada perkembangan masyarakat dalam hal ini konsumen, yang tentunya perkembangannya akan sedikit terhambat dengan adanya kurang optimisme ini, dan akan menyebabkan mode of production Indonesia akan kurang berkembang. Untuk itu , maka menurut teori Marx, maka iklim perekonomian di Indonesia harus bisa diperbiasakan untuk bisa berinovasi untuk bisa menjawab kuarang optimisnya konsumen. Pemerintah harus bisa menciptakan suatu iklim bisnis yang baik sehinggan pengangguran dapat diatasi dengan pembukaan lapangan-lapangan pekerjaan baru yang tentunya bisa terealisasikan jika ada kelonggaran serta kerjasama yang baik dari pemerintah dengan pemilik modal.

Berdasarkan kenyataan diatas, Marx menyatakan bahwa kehidupan kemasyarakatan , satu-satunya yang nyata adalah adanya akal kesadaran masyarakat yaitu ide, teori, pandangannya, dan sebagainya hanyalah perwujutan dari suatu gambar atau cermin apa yang nyata. Dengan demikian kehidupan masyarakat merupakan infrastruktur yang dapat dijumpai dalam cara berproduksi marang-barang material atau faktor ekonomi.

Disini dapat kita lihat bahwasannya marx berangkat dari pandangan bahwa evolusi pembentukan ekonomi masyarakat dipandang sebagai suatu proses sejarah alam. Oleh karena itu interaksi antara manusia dengan alam dilakukan melalui kerja. Dengan kerja manusia menjadi subjek searah dan menciptakan sejarah sendiri. Manusia adalah bagian dari alam yang dipandang sebagai kesatuan yang totalitas. Jika manusia bekerja dan menghasilkan sarana-sarana hidup sehingga secara tidak langsung, ia menghasilkan eksistensi materialnya.

2. PANDANGAN TEORI WEBER TENTANG FENOMENA

Menurut Weber dalam etika protestan dan semangat kapitalisme, konsumen merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai andil dalam perekonomian. Besar kecilnya pangsa konsumen mengambarkan atau mencerminkan keadaan perekonomian suatu negara. Kekuatiran konsumen atau kurang optimisnya konsumen memandang tahun 2008 menurut Weber merupakan gambaran emosional pribadi yang mencerminkan kondisi keraguan pada perekonomian pada tahun 2008. keragu-raguan ini merupakan dampak dari kurangnya kepercayaan dengan adanya gejala-gejal alam yang difirmankan didalam kitab agama sebagai suatu kondisi yang mengharuskan manusia termasuk konsumen didalamnya untuk tetap waspada dan tidak berlebihan dalam memenuhi kebutuhannya dimana weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran puritan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi.

Hasil survey pada fenomena konsumen ini menggunakan 5 variabel yaitu lapangan kerja, makro ekonomi, pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup. Variable-variabel ini menunjukan hasil yang berbeda dengan periode sebelumnya, ada yang meningkat, ada yang menurun, dan juga ada yang sama dengan periode pengukuran sebelumnya.

Menurut Weber Ia mendefenisikan semangat kapitalisme yang turut mempengaruhi kelima faktor diatas sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individu, tetapi bahwa individu-individu seperti itu – para wiraswasta yang heroik, begitu weber menyebut mereka – tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (kapitalisme). Pada konsumen Indonesia kecenderungan kurang optimis ini turut disebabkan juga menurut Weber karena pihak kapitalis cenderungan serakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana dan selanjutnya menurut Weber Hidup itu harus dimulai disuatu tempat, dan bukan dalam diri individu yang terisolasi semata, melainlan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.

Weber menunjukan bahwa tipe-tipe protestanisme tertentu mendukung pengajaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberi arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan sasaran didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.

3. PANDANGAN MARX DAN WEBER TENTANG FENOMENA DAN HUBNGANNYA DENGAN STRATIFIKASI SOSIAL

Konsumen merupakan bagian dari sosial masyarakat yang tentunya terbagi atas beberapa struktur atau strata atau didalam ilmu pemasaran moderen bisa juga dikelompokan atau dibedakan atas segmen-segmen konsumen. Dimana segmen-segmen ini dibedakan atas besar kecilnya tingkat kebutuhan, kepentingan strata dan lainnya yang membedakan antar segmen. Marx dan Weber lebih mengenal itu dengan stratafikasi sosial atau struktur sosial masyarakat dalam ekonomi.

Pandangan orang-orang secara hirarkis dalam suatu sistem stratifikasi sosial merupakan suatu segi yang sangat mendasar dalam pandangan Weber mengenai struktur sosial. Weber sependapat dengan Marx pada dasarnya ekonomi untuk kelas sosial, dengan mengembangkan suatu gambaran yang lebih komprehensif mengenai paling kurang tiga dasar pokok stratifikasi yang berbeda secara analitis. Marx melihat ekonomi sebagai dasar struktur sosial dan posisi-posisi orang dalam struktur ini ditentukan oleh apakah dia memiliki alat produksi atau tidak. Kalau ini diperluas, pemilikan benda atau kekayaan menjadi dasar utama stratifikasi. Pembagian yang sangat fundamental dalam struktur sosial adalah antara yang memiliki dan yang tidal memiliki, meskipun tentunya masih dapat dibagi lagi dalam bagian-bagian yang lebih kecil, dan kriteria sekunder mungkin muncul dan menyelubungi pemisahan fundamental tadi.

Weber juga mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Bagi dia, kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kita bisa bicara tentang suatu kelas apabila:

1. Sejumlah orang sama-sama memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan-kesempatan hidup mereka.

2. Sejauh komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh pendapatan.

3. Hal itu terlihat dalam kondisi-kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja.

Butir terakhir ini menjelaskan bahwa kelas-kelas sosial berlandaskan pada dasar stratifikasi yang bersifat inpersonal dan objektif. Para anggota dari kelas yang sama mungkin menjadi sadar akan kepentingan mereka bersama dalam bidang ekonomi, dan terlibat dalam tindakan ekonomi atau politik yang terorganisasi untuk memperjuangkannya, seperti yang dikemukakan Marx dalam pandangannya mengenai kesadaran kelas. Apakah kesadaran subjektif mengenai kepentingan kelas atau kesadaran kelas ada atau tidak, posisi kelas ditentukan oleh kriteria objektif yang berhubungan dengan kesempatan-kesempatan hidup dalam dunia ekonomi.

Orang juga digolongkan dalam lapisan-lapisan berdasarkan kehormatan atau prestise seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup bersama. Hasilnya adalah pengaturan orang dalam kelompok-kelompok status. Marx tidak mengupas dimensi stratifikasi ini secara khusus, tetapi perspektif Marxis akan melihat status itu sebagai cermin belaka dari kepentingan ekonomi dan kesadaran kelas. Weber tidak sependapat dengan mengemukakan bahwa stratifikasi menurut status secara analitis berbeda dari stratifikasi menurut ekonomi. Meskipun posisi kelas ekonomi dan kedudukan status saling berhubungan erat, namun tidak harus demikian halnya. Hirarkis status mencerminkan dinamikanya tersendiri, dan orang yang secara ekonomis dominan, mungkin dengan sengaja berusaha dengan berbagai cara yang berbeda untuk meningkatkan prestisenya.

IV. KESIMPULAN

  1. Kurang optimisnya konsumen memandang tahun 2008 menurut pandangan teori Marx berangkat dari pandangan bahwa evolusi pembentukan ekonomi masyarakat dipandang sebagai suatu proses sejarah alam yang tergambar lewat hasil pengukuran 5 faktor-faktor ekonomi. Oleh karena itu interaksi antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dilakukan melalui kerja. Dengan kerja manusia menjadi subjek searah dan menciptakan sejarah sendiri. Manusia adalah bagian dari alam yang dipandang sebagai kesatuan yang totalitas. Jika manusia bekerja dan menghasilkan sarana-sarana hidup sehingga secara tidak langsung, ia menghasilkan eksistensi materialnya.
  2. Saling ketergantungan yang tinggi antara struktur sosial dan kondisi material dimana individu harus menyesuaikan dirinya supaya tetap hidup dan memenuhi berbagai kebutuhannya.
  3. Weber dengan etika Protestanismenya memandang kurang optimisnya konsumen memandang tahun 2008 sebagai ssesuatu fenomena yang didasarkan pada kejenuhan dan kehati-hatian konsumen menilai dan memandang kondisi perekonomian yang semakin kompleks, dimana kaum kapitalis cenderung untuk meraih keuntungan yang sebesarnya dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama. Jadi menurut Weber kondisi hubungan kemasyarakatan termasuk perekonomian masyarakat didalamnya harus didasarkan pada etika keagamaan yang tidak membenarkan keserakahan dan pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya.
  4. Marx dan Weber sama-sama melihat bahwa stratifikasi penting sebagai dasar fundamental untuk struktur sosial atau kelas ekonomi, dimana posisi-posisi orang dalam struktur atau kelas ini ditentukan oleh apakah dia memiliki alat produksi atau tidak, Kalau ini diperluas, pemilikan benda atau kekayaan menjadi dasar utama stratifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. W.I.M. Poli. 2007. Filsafat Ilmu, Pemikiran Ilmu Ekonomi dan Penelitian Mahasiswa, Program Doktor Pascasarjana UNHAS. Makassar.

2. Doyle. Paul. Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Gramedia, Jakarta.

3. en.wikipedia.org/wiki/marxism.

4. www.allaboutphilosophy.org/cultural-materialism.htm.

5. www.marxist.com/index.php.

6. en.wikipedia.org/wiki/weber.

7. cepa.newschool.edu/het/school/max-weber.mht.

8. en.wikipedia.org/wiki/The_Protestant_Ethic_and_the_Spirit_of_Capitalism.

9. plato.stanford.edu/Max-Weber.

10. MasterCard Worldwide Index of Consumer Confidence, www.kompas.com/ver1/ekonomi/konsumen-Indonesia-kuarang-optimis-hadapi-2008.