I. PENDAHULUAN
Masyarakat
Konsumen
Menurut survey yang mengukur keyakinan konsumen di Asia Pasifik setiap paruh tahun untuk enam bulan kedepan itu, meski sentiment konsumen di
Indeks Indonesia pada survey terakhir ini hanya 57,8 poin. Tahun lalu mencapai 62,6poin. Sedangkan enam bulan lalu hanya 53,5 poin. Konsumen di Indonesia kurang optimis menatap lapangan kerja ditahun 2008 yang hanya memperoleh 39,1 poin serta ekonomi mendapat 51,4 poin turun dari enam bulan yang lalu. Namun mereka mengharapkan perbaikan dalam pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup.
Sebenarnya secara umum, konsumen di Asia Pasifik mempunyai optimisme kuat memandang semester pertama (enam bulan pertama) pada tahun 2008. Ketidakpastian pasar keuangan global, kasusprime mortage, kenaikan harga minyak dunia dan inflasi tidak mengurangi keyakinan mereka.
Vietnan menduduki posisi pertama sebagai negara yang paling yakin untuk periode enam bulan kedepan dengan nilai 94,3 poin. Diikuti Hongkong 85,9 poin, dan singapura 83,6 poin. Survei ini nilainya berkisar antara 0 sampai 100, berdasarkan jawaban dari 5 variabel yakni lapangan kerja, makro ekonomi, pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup. Nilai diatas 50 mengindikasikan tingkat optimisme, dibawah 50 mengindikasikan tingkat pesimisme dan nilai 50 adalah netral.
Keseluruhan pandangan di Asia Pasifik terhadap ekonomi adalah 68,3 poin, pendapatan rutin 81 poin, pasar bursa 66,5 poin dan kualitas hidup 66,7poin telah meningkat dari survei bulan mei 2007 lalu. Sedangkan lapangan kerja tetap stabil 63,8 poin.
II. TUJUAN PENULISAN
- Untuk membandingkan teori Marx dan teori Weber mengenai perkembangan masyarakat khususnya mengenai fenomena konsumen Indonesia yang kuarang optimis memandang tahun 2008.
III. PEMBAHASAN
1. PANDANGAN TEORI MARX TENTANG FENOMENA
Hasil riset yang digambarkan dalam pendahuluan menggambarkan suatu kondisi dimana konsumen khususnya konsumen Indonesia merasa pesimis melihat tahun 2008. Menurut Marx dalam teorinya dia melihat masyarakat sebagai suatu bangunan ekonomi sosial, konsumen merupakan bagian dari masyarakat, dan tentunya juga merupakan bagian dari suatu bangunan ekonomi suatu negara. Konsumen merupakan bagian dari masyarakat yang sangat berperan dalam perekonomian. Perkembangan suatu perekonomian dipengaruhi oleh perkembangan konsumennya, baik berupa perkembangan pola pikir, perkembangan kebutuhan, perkembangan teknologi, perkembangan zaman/peradaban dan perkembangan lainnya yang terjadi pada konsumen yang menyebabkan konsumen tersebut turut mempengaruhi perkembangan perekonomian. Menurut Marx pola pikir konsumen merupakan pencerminan terhadap materialnya. Berhubungan dengan tingkatan struktur sosial tentang kenyataan sosial dan yang menekankan saling ketergantungan yang tinggi antara struktur sosial dan konsisi material dimana individu harus menyesuaikan dirinya supaya tetap hidup dan memenuhi pelbagai kebutuhannya.
Tekanan pada perlunya menyesuaikan diri dengan lingkungan material dan pada langkanya sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia merupakan suatu catatan yang penting mengenai realisme praktis dalam analisis teoritisnya.
Kondisi dimana konsumen Indonesia yang kurang optimis ini menurut Marx dapat digambarkan sebagai suatu kondisi dimana pola pikir konsumen/masyarakat yang kurang optimis terhadap faktor-faktor produksi, maupun faktor-faktor pendukung produksi.
Faktor-faktor produksi terdiri atas faktor-faktor yang melekat pada manusia (human resources), dan yang tidak melekat pada manusia (non-human resources), yaitu benda-benda (alam, peralatan teknik). Faktor-faktor tersebut ada pemiliknya. Hubungan antara manusia dengan alam dan peralatan teknik dinamakan productive forces. Hubungan antara para pemilik faktor produksi dinamakan production relations. Hasil riset yang ada menunjukan bahwa optimisme konsumen Indonesia menurun dari hasil penelitian enam bulan sebelumnya, kondisi ini menunjukan bahwa ada faktor-faktor produksi yang dikhawatirkan oleh konsumen sehingga mengakibatkan penurunan optimisme konsumen. Hubungan konsumen dengan faktor-faktor produksi tersebut seperti yang digambarkan dalam terori Marx diatas menunjukan hubungan yang sangat erat, baik dengan faktor manusia, maupun faktor non manusia, yaitu alam dan teknologi. Dengan kata lain kondisi menurunnya optimisme konsumen ini juga merupakan dampak dari mode of production. Dan menurut Marx Mode of production inilah yang merupakan economic substructure dari bangunan masyarakat, di atas mana dibangunkan cultural superstructure.
Hasil survey pada fenomena yang konsumen ini menggunakan 5 variabel yaitu lapangan kerja, makro ekonomi, pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup. Variable-variabel ini menunjukan hasil yang berbeda dengan periode sebelumnya, ada yang menungkat, ada yang menurun, dan juga ada yang sama dengan periode pengukuran sebelumnya.
Menurut Marx perubahan dan perkembangan masyarakat yang terjadi secara dialektis disebabkan oleh adanya kontradiksi. Dari fenomena yang ada terlihat bahwa variable-variabel yang diukur hasilnya bervariatif malah cenderung menggambarkan penurunan optimisme konsumen, dapat terlihat pada hasilnya dimana Indeks
Hubungan antara individu dan lingkungan materialnya dijembatani melalui struktur ekonomi masyarakat. Walaupun individu menyatakan kodratnya dalam kegiatan kreatifnya, hasil dari kegiatan ini memiliki sifat kenyataan objektif; individu menyesuaikan diri.
Keseluruhan pandangan di Asia Pasifik terhadap ekonomi adalah 68,3 poin, pendapatan rutin 81 poin, pasar bursa 66,5 poin dan kualitas hidup 66,7poin telah meningkat dari survei bulan mei 2007 lalu. Sedangkan lapangan kerja tetap stabil 63,8 poin. Menurut Marx kondisi ini akan mengakibatkan pengaruh pada perkembangan masyarakat dalam hal ini konsumen, yang tentunya perkembangannya akan sedikit terhambat dengan adanya kurang optimisme ini, dan akan menyebabkan mode of production Indonesia akan kurang berkembang. Untuk itu , maka menurut teori Marx, maka iklim perekonomian di Indonesia harus bisa diperbiasakan untuk bisa berinovasi untuk bisa menjawab kuarang optimisnya konsumen. Pemerintah harus bisa menciptakan suatu iklim bisnis yang baik sehinggan pengangguran dapat diatasi dengan pembukaan lapangan-lapangan pekerjaan baru yang tentunya bisa terealisasikan jika ada kelonggaran serta kerjasama yang baik dari pemerintah dengan pemilik modal.
Berdasarkan kenyataan diatas, Marx menyatakan bahwa kehidupan kemasyarakatan , satu-satunya yang nyata adalah adanya akal kesadaran masyarakat yaitu ide, teori, pandangannya, dan sebagainya hanyalah perwujutan dari suatu gambar atau cermin apa yang nyata. Dengan demikian kehidupan masyarakat merupakan infrastruktur yang dapat dijumpai dalam cara berproduksi marang-barang material atau faktor ekonomi.
Disini dapat kita lihat bahwasannya marx berangkat dari pandangan bahwa evolusi pembentukan ekonomi masyarakat dipandang sebagai suatu proses sejarah alam. Oleh karena itu interaksi antara manusia dengan alam dilakukan melalui kerja. Dengan kerja manusia menjadi subjek searah dan menciptakan sejarah sendiri. Manusia adalah bagian dari alam yang dipandang sebagai kesatuan yang totalitas. Jika manusia bekerja dan menghasilkan sarana-sarana hidup sehingga secara tidak langsung, ia menghasilkan eksistensi materialnya.
2. PANDANGAN TEORI WEBER TENTANG FENOMENA
Menurut Weber dalam etika protestan dan semangat kapitalisme, konsumen merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai andil dalam perekonomian. Besar kecilnya pangsa konsumen mengambarkan atau mencerminkan keadaan perekonomian suatu negara. Kekuatiran konsumen atau kurang optimisnya konsumen memandang tahun 2008 menurut Weber merupakan gambaran emosional pribadi yang mencerminkan kondisi keraguan pada perekonomian pada tahun 2008. keragu-raguan ini merupakan dampak dari kurangnya kepercayaan dengan adanya gejala-gejal alam yang difirmankan didalam kitab agama sebagai suatu kondisi yang mengharuskan manusia termasuk konsumen didalamnya untuk tetap waspada dan tidak berlebihan dalam memenuhi kebutuhannya dimana weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran puritan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi.
Hasil survey pada fenomena konsumen ini menggunakan 5 variabel yaitu lapangan kerja, makro ekonomi, pendapatan rutin, pasar bursa dan kualitas hidup. Variable-variabel ini menunjukan hasil yang berbeda dengan periode sebelumnya, ada yang meningkat, ada yang menurun, dan juga ada yang sama dengan periode pengukuran sebelumnya.
Menurut Weber Ia mendefenisikan semangat kapitalisme yang turut mempengaruhi kelima faktor diatas sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individu, tetapi bahwa individu-individu seperti itu – para wiraswasta yang heroik, begitu weber menyebut mereka – tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (kapitalisme). Pada konsumen Indonesia kecenderungan kurang optimis ini turut disebabkan juga menurut Weber karena pihak kapitalis cenderungan serakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana dan selanjutnya menurut Weber Hidup itu harus dimulai disuatu tempat, dan bukan dalam diri individu yang terisolasi semata, melainlan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.
Weber menunjukan bahwa tipe-tipe protestanisme tertentu mendukung pengajaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberi arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan sasaran didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.
3. PANDANGAN MARX DAN WEBER TENTANG FENOMENA DAN HUBNGANNYA DENGAN STRATIFIKASI SOSIAL
Konsumen merupakan bagian dari sosial masyarakat yang tentunya terbagi atas beberapa struktur atau strata atau didalam ilmu pemasaran moderen bisa juga dikelompokan atau dibedakan atas segmen-segmen konsumen. Dimana segmen-segmen ini dibedakan atas besar kecilnya tingkat kebutuhan, kepentingan strata dan lainnya yang membedakan antar segmen. Marx dan Weber lebih mengenal itu dengan stratafikasi sosial atau struktur sosial masyarakat dalam ekonomi.
Pandangan orang-orang secara hirarkis dalam suatu sistem stratifikasi sosial merupakan suatu segi yang sangat mendasar dalam pandangan Weber mengenai struktur sosial. Weber sependapat dengan Marx pada dasarnya ekonomi untuk kelas sosial, dengan mengembangkan suatu gambaran yang lebih komprehensif mengenai paling kurang tiga dasar pokok stratifikasi yang berbeda secara analitis. Marx melihat ekonomi sebagai dasar struktur sosial dan posisi-posisi orang dalam struktur ini ditentukan oleh apakah dia memiliki alat produksi atau tidak. Kalau ini diperluas, pemilikan benda atau kekayaan menjadi dasar utama stratifikasi. Pembagian yang sangat fundamental dalam struktur sosial adalah antara yang memiliki dan yang tidal memiliki, meskipun tentunya masih dapat dibagi lagi dalam bagian-bagian yang lebih kecil, dan kriteria sekunder mungkin muncul dan menyelubungi pemisahan fundamental tadi.
Weber juga mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Bagi dia, kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kita bisa bicara tentang suatu kelas apabila:
1. Sejumlah orang sama-sama memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan-kesempatan hidup mereka.
2. Sejauh komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh pendapatan.
3. Hal itu terlihat dalam kondisi-kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja.
Butir terakhir ini menjelaskan bahwa kelas-kelas sosial berlandaskan pada dasar stratifikasi yang bersifat inpersonal dan objektif. Para anggota dari kelas yang sama mungkin menjadi sadar akan kepentingan mereka bersama dalam bidang ekonomi, dan terlibat dalam tindakan ekonomi atau politik yang terorganisasi untuk memperjuangkannya, seperti yang dikemukakan Marx dalam pandangannya mengenai kesadaran kelas. Apakah kesadaran subjektif mengenai kepentingan kelas atau kesadaran kelas ada atau tidak, posisi kelas ditentukan oleh kriteria objektif yang berhubungan dengan kesempatan-kesempatan hidup dalam dunia ekonomi.
Orang juga digolongkan dalam lapisan-lapisan berdasarkan kehormatan atau prestise seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup bersama. Hasilnya adalah pengaturan orang dalam kelompok-kelompok status. Marx tidak mengupas dimensi stratifikasi ini secara khusus, tetapi perspektif Marxis akan melihat status itu sebagai cermin belaka dari kepentingan ekonomi dan kesadaran kelas. Weber tidak sependapat dengan mengemukakan bahwa stratifikasi menurut status secara analitis berbeda dari stratifikasi menurut ekonomi. Meskipun posisi kelas ekonomi dan kedudukan status saling berhubungan erat, namun tidak harus demikian halnya. Hirarkis status mencerminkan dinamikanya tersendiri, dan orang yang secara ekonomis dominan, mungkin dengan sengaja berusaha dengan berbagai cara yang berbeda untuk meningkatkan prestisenya.
IV. KESIMPULAN
- Kurang optimisnya konsumen memandang tahun 2008 menurut pandangan teori Marx berangkat dari pandangan bahwa evolusi pembentukan ekonomi masyarakat dipandang sebagai suatu proses sejarah alam yang tergambar lewat hasil pengukuran 5 faktor-faktor ekonomi. Oleh karena itu interaksi antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dilakukan melalui kerja. Dengan kerja manusia menjadi subjek searah dan menciptakan sejarah sendiri. Manusia adalah bagian dari alam yang dipandang sebagai kesatuan yang totalitas. Jika manusia bekerja dan menghasilkan sarana-sarana hidup sehingga secara tidak langsung, ia menghasilkan eksistensi materialnya.
- Saling ketergantungan yang tinggi antara struktur sosial dan kondisi material dimana individu harus menyesuaikan dirinya supaya tetap hidup dan memenuhi berbagai kebutuhannya.
- Weber dengan etika Protestanismenya memandang kurang optimisnya konsumen memandang tahun 2008 sebagai ssesuatu fenomena yang didasarkan pada kejenuhan dan kehati-hatian konsumen menilai dan memandang kondisi perekonomian yang semakin kompleks, dimana kaum kapitalis cenderung untuk meraih keuntungan yang sebesarnya dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama. Jadi menurut Weber kondisi hubungan kemasyarakatan termasuk perekonomian masyarakat didalamnya harus didasarkan pada etika keagamaan yang tidak membenarkan keserakahan dan pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya.
- Marx dan Weber sama-sama melihat bahwa stratifikasi penting sebagai dasar fundamental untuk struktur sosial atau kelas ekonomi, dimana posisi-posisi orang dalam struktur atau kelas ini ditentukan oleh apakah dia memiliki alat produksi atau tidak, Kalau ini diperluas, pemilikan benda atau kekayaan menjadi dasar utama stratifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. W.I.M. Poli. 2007. Filsafat Ilmu, Pemikiran Ilmu Ekonomi dan Penelitian Mahasiswa, Program Doktor Pascasarjana UNHAS. Makassar.
2. Doyle. Paul. Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Gramedia, Jakarta.
3. en.wikipedia.org/wiki/marxism.
4. www.allaboutphilosophy.org/cultural-materialism.htm.
6. en.wikipedia.org/wiki/weber.
7. cepa.newschool.edu/het/school/max-weber.mht.
8. en.wikipedia.org/wiki/The_Protestant_Ethic_and_the_Spirit_of_Capitalism.
9. plato.stanford.edu/Max-Weber.
10. MasterCard Worldwide Index of Consumer Confidence, www.kompas.com/ver1/ekonomi/konsumen-Indonesia-kuarang-optimis-hadapi-2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar